FPPD - Forum Pengembangan Pembaharuan Desa

Dana Desa Vs "Proyek" Dana Desa

oleh: Dr. H. Sutoro Eko Y, Begawan Desa

Ibarat menggarami air laut, dana desa tidak sebanding dengan kepentingan desa dan masyarakat setempat yang besar dan kompleks. Jika dana desa ditarik, atau ditiadakan, toh duit 100 trilyun juga mustahil digunakan untuk melayani ke seluruh pinggiran, desa dan penjuru negeri. Tetapi orang Jakarta selalu menggembar-gemborkan dana desa sebagai gumpalan kue besar yang diberikan kepada desa. Bahkan distribusi uang negara untuk desa justru menjadi alasan bagi negara – yang didukung oleh kaum orientalis-modernis dan kelas menengah ngehek – untuk melakukan subordinasi, imposisi, intervensi, teknokratisasi, birokratisasi, proyekisasi, regulasi, aplikasi, intimidasi, dan kriminalisasi terhadap desa.

Proyek dana desa, yang mereduksi dan mendistorsi UU, bukan mendidik kepala desa menjadi pemimpin rakyat, melainkan membuatnya menjadi mandor proyek yang setiap saat harus bergelut dengan administrasi uang dan laporan bertumpuk. Di balik proyek dana desa, pemerintah-negara tidak mendidik-melayani desa dengan serius, sebaliknya lebih banyak mengatur, memaksa, mengancam, melarang, membatasi, memanfaatkan, dan memperalat desa. Semua ini adalah relasi kekuasaan antara penyuruh dan pesuruh bergaya kolonial.

Menurut UU, dana desa bukanlah proyek, tetapi sebagai salah satu sumber penerimaan desa, sebagai semesta keuangan desa, yang mengandung hak, kewenangan dan kewajiban desa. Kewajiban hakiki desa adalah mengatur mengurus kepentingan masyarakat setempat, sekaligus melayani rakyat. Tetapi dana desa dibelokkan sebagai program, yang dilengkapi dengan target, serta banyak titipan sektoral agar dibiayai dengan dana desa. Ketika dana desa dinilai tidak signifikan mengurangi kemiskinan, maka Jakarta mengutuk orang desa yang tidak becus, mencuri, tidak kreatif, dan sebagainya, tanpa melakukan refleksi secara kritis terhadap kontradiksi yang dibuatnya. Kebijakan tanpa kebajikan ini menghadirkan kontradiksi niat baik (good intentions) -- memberi sambil mengancam, membangun sambil merusak desa, memajukan sambil melemahkan desa – yang hanya akan membangun istana pasir.

Indonesia adalah negara hukum. Para manipulator dan koruptor dana desa, tidak harus menjadi komoditas politik yang digoreng kanan-kiri, tetapi cukup dilaporkan, diadili dan diseret ke dalam penjara. Memberi uang rakyat kepada desa tidak perlu disertai dengan menebar ancaman. Pemerintah-negara tidak perlu sibuk sendiri dengan pertunjukan “proyek dana desa”, tetapi perlu berpikir seksama serta serius mendidik dan melayani desa. Kalau Anda tidak mau begitu, maka Anda hadirlah sebagai negara Leviathan yang melenyapkan desa (sebagai kesatuan masyarakat hukum), alias Indonesia tanpa desa, lalu duduk tegak-lurus antara negara dan warga. Tetapi kalau Anda tidak berani melenyapkan desa, maka Anda tidak perlu tampil mentang-mentang sebagai majikan karena memberi secuil kue kepada desa.

kirim ke teman | versi cetak

 

Senin, 11 November 2019 07:22:11 - oleh : admin

Informasi "" Lainnya